Ilustrasi dari kisah dalam Kitab Ester, menampilkan momen dramatis saat Ratu Ester mendekati Raja Ahasyweros. (AI)



BIBLE DEVOTIONS

7 Maret 2025

By Susan Niditch 


Cerita Rakyat dalam Kitab Ester


Kisah Alkitab tentang Ester, seperti halnya perayaan Purim orang Yahudi yang merayakannya, merupakan contoh dari frasa “berlebihan.” 

Bahasa dalam kisah ini hiperbolik, sangat deskriptif, dan sangat repetitif. 

Misalnya, dipan-dipan di istana dikatakan “terbuat dari emas dan perak di atas lantai mosaik dari porfiri, marmer, mutiara, dan batu berwarna” (Est 1:6). 

Orang-orang Yahudi harus “dihancurkan, dibunuh, dan ditumpas” (Est 7:4). 

Demikian pula, karakter-karakter digambarkan secara ekstrem. 

Ester, sang ratu pahlawan wanita, adalah wanita yang paling cantik dan pemberani, dan sepupunya, sang pahlawan Mordekai, adalah yang paling mulia dan bijaksana. 

Haman, si penjahat, adalah yang paling jahat, dan Ahasuerus, raja Persia yang mengendalikan kehidupan orang-orang Yahudi di kekaisarannya yang luas, adalah penguasa yang paling tidak kompeten dan bodoh.  

Alur cerita dibentuk oleh pertentangan dan agresi yang intens, termasuk ancaman terhadap nyawa raja, persaingan yang berujung kematian antara Haman dan Mordekai, dan ancaman terkait terhadap keberadaan orang-orang Yahudi, yang dicemarkan nama baiknya oleh Haman sebagai warga pemberontak. 


Dalam banyak hal, ciri-ciri naratif ini mengingatkan pada tema-tema dalam berbagai cerita rakyat internasional: kebangkitan pahlawan yang tidak terduga; istri bijak yang secara positif memengaruhi suaminya yang bodoh; pertempuran antara kebaikan dan kejahatan; pelarian ajaib. 

Kitab Ester juga merupakan literatur yang sangat politis dan etnik, jingoistik, dan memperkuat identitas. 

Narasi tersebut merupakan sarana penegasan diri dan pembenaran diri, produk dari abad kelima SM, ketika realitas politik orang-orang Yahudi melibatkan marginalisasi dan kurangnya penentuan nasib sendiri. 

Jadi, karakter yang bijak dan baik, Ester dan Mordekai, adalah orang Yahudi, sedangkan karakter yang bodoh, tidak bijak dan/atau jahat, Haman dan Ahasuerus, adalah non-Yahudi.  

Orang tua angkat bukanlah orang jahat, seperti dalam kisah Cinderella, dan pelamar bukanlah penyelamat, seperti yang mungkin diharapkan dalam kisah-kisah sejenis. 

Pola cerita rakyat tradisional telah diputarbalikkan untuk menyampaikan pesan. 

Ester adalah tentang kapasitas manusia untuk memengaruhi realitas melalui penerapan kebijaksanaan yang disarankan dalam Amsal: mendengarkan dengan saksama dan diam-diam, memperoleh pengaruh di antara yang berkuasa, menyenangkan raja, dan menghadapi tantangan hidup dengan orientasi moral yang disarankan oleh frasa "takut akan Tuhan"—bahkan dalam karya yang tidak menyebutkan dewa.


***

Pada akhirnya, Ester adalah tentang pembalikan nasib, dan begitu pula hari raya Purim, yang ditetapkan di akhir cerita. 

Purim merayakan hari ketika orang-orang Yahudi, warga negara Kekaisaran Persia yang setia, membela dan menyelamatkan diri dari kehancuran. 

Secara tradisional, hari raya ini adalah waktu untuk minum-minum, mengenakan kostum, bermain sandiwara, dan memberi hadiah—waktu untuk merayakan dengan melarikan diri dari realitas pekerjaan sehari-hari, sebagian, dengan mengambil identitas alternatif.  

Di Amerika kontemporer, Purim adalah waktu untuk merenungkan peran perempuan dalam Yudaisme: bagi sebagian orang, Ester menjadi contoh keberanian, sedangkan bagi yang lain ia ditolak sebagai contoh kepasifan atau kolaborasi dengan penindasan. 

Terlepas dari karakter dan alur cerita yang bersifat arketipe, Ester terbukti menjadi karya yang benar-benar modern, relevan dengan isu-isu kontemporer dalam feminisme, kolonialisme, etnisitas, dan kelangsungan hidup. 

Selalu ada Haman baru di cakrawala.


:)