BIBLE DEVOTIONS
14 February 2025
By Marcus J. Borg
Yesus dan Politik
Masuknya Yesus ke Yerusalem dengan menunggangi seekor keledai melambangkan kerajaan damai di mana senjata perang akan disingkirkan.
Politik merupakan pusat kisah Yesus. Kehidupan historisnya berakhir dengan eksekusi politik. Penyaliban digunakan oleh Roma bagi mereka yang secara sistematis menolak otoritas kekaisaran, termasuk para budak dan pemberontak yang terus-menerus memberontak yang menarik pengikut. Di dunia Yesus, salib selalu merupakan salib Romawi.
Jadi inti pesannya juga bersifat politis: tentang kedatangan "kerajaan Allah." Ini adalah kata-kata pertama Yesus dalam Markus, Injil paling awal, ringkasan awal tentang apa yang dimaksud Injil dan kisah Yesus (Markus 1:14-15). Tentu saja, pesan Yesus juga bersifat religius: ia bersemangat tentang Tuhan dan seperti apa Tuhan itu. Semangat itu menuntunnya, dalam pengajaran dan tindakannya, untuk mewartakan kerajaan Allah.
Di dunianya, bahasa "kerajaan" bersifat politis. Para pendengar Yesus mengetahui tentang kerajaan-kerajaan lain—kerajaan Herodes dan kerajaan Roma (sebutan Roma untuk dirinya sendiri di bagian timur kekaisaran). Kerajaan Allah harus menjadi sesuatu yang berbeda dari kerajaan-kerajaan tersebut.
Kerajaan Allah diperuntukkan bagi bumi. Doa Bapa Kami berbicara tentang kedatangan kerajaan Allah di bumi, sebagaimana kerajaan itu sudah ada di surga. Doa ini tentang transformasi dunia ini—bagaimana kehidupan di bumi jika Allah menjadi penguasa dan para penguasa sistem kekuasaan tidak.
Jika Yesus ingin menghindari makna politis dari bahasa kerajaan, ia dapat berbicara tentang “keluarga” Allah, atau “komunitas” Allah, atau “umat” Allah. Namun, ia tidak melakukannya: ia berbicara tentang kerajaan Allah.
Kerajaan Allah akan menjadi dunia yang berkeadilan secara ekonomi, di mana setiap orang memiliki dasar-dasar material untuk hidup. Dan kerajaan Allah akan menjadi dunia yang damai dan tanpa kekerasan. Bersama-sama, keadilan ekonomi dan perdamaian adalah “impian Allah”—hasrat Allah untuk dunia yang diubahkan.
Hasrat Yesus untuk kerajaan Allah menciptakan konflik dengan para penguasa. Kegiatan publik-Nya dimulai setelah penangkapan mentor-Nya, Yohanes Pembaptis, oleh penguasa Galilea yang ditunjuk oleh Roma (Markus 1:14). Konflik mendominasi kisah-Nya di seluruh Injil dan mencapai klimaksnya di minggu terakhir kehidupan Yesus dengan tantangan-Nya kepada para penguasa di Yerusalem dan penyaliban-Nya.
Yesus juga menggunakan cara-cara politik, yang paling dramatis dalam dua demonstrasi politik publik. Pertama, rencana-Nya untuk memasuki Yerusalem dengan seekor keledai melambangkan kerajaan damai di mana senjata-senjata perang akan dibuang. Kedua, Ia secara terbuka mendakwa Bait Allah sebagai "sarang penyamun" karena telah menjadi pusat kerja sama dengan pemerintahan dan perpajakan kekaisaran Romawi (Matius 21:13, Markus 11:17, Lukas 19:46).
Hasrat Yesus untuk kerajaan Allah menuntun-Nya pada hasrat-Nya dalam arti kata yang lebih sempit: penangkapan-Nya, penderitaan-Nya, dan kematian-Nya. Inilah makna politik dari Jumat Agung. Paskah juga memiliki makna politik: artinya Allah berkata ya kepada hasrat Yesus untuk dunia yang diubahkan dan tidak kepada kekuatan-kekuatan dominasi yang membunuh-Nya. Tentu saja, Jumat Agung dan Paskah memiliki lebih dari sekadar makna politik—tetapi tidak kurang.


0 Komentar